Uncategorized

Pelajaran dari Queen of Tears: Apa yang Diingat Alam Bawah Sadar di Momen Kritis

Drama Korea tidak hanya menyajikan kisah cinta yang membuai atau konflik yang menguras emosi. Terkadang, di antara dialog-dialognya yang puitis, terselip pelajaran hidup yang mendalam dan relevan dengan perjalanan spiritual kita. Salah satu drama fenomenal, “Queen of Tears”, berhasil memberikan sebuah adegan sederhana namun penuh makna, yang dapat menjadi cerminan tentang kekuatan kebiasaan dan pentingnya apa yang kita simpan dalam alam bawah sadar.

Ada satu adegan yang begitu membekas, yaitu ketika sang tokoh utama wanita, Hong Hae-in, bertanya kepada pasangannya, Baek Hyun-woo, tentang rahasianya memiliki daya ingat yang kuat. Hyun-woo menjawab dengan sederhana, “Aku berkali-kali menggumamkan bagian-bagian penting, lalu aku bisa mengingat suaraku sendiri saat ujian. Alam bawah sadarku mengingatnya.” Teknik ini terdengar simpel: mengulang-ulang sesuatu hingga terpatri kuat dalam ingatan, bahkan di level bawah sadar.

Pelajaran itu tidak disia-siakan oleh Hae-in. Di salah satu momen paling krusial dalam hidupnya, yaitu saat ia akan memasuki ruang operasi dan berada di ambang antara sadar dan tidak sadar, ia menerapkan teknik tersebut. Bukan rumus atau materi ujian yang ia gumamkan, melainkan nama orang yang paling ia cintai dan menjadi sandarannya: “Baek Hyun-woo”. Ia terus menggumamkan nama itu hingga anestesi membuatnya tertidur. Hasilnya? Saat kesadarannya pulih setelah operasi, kata pertama yang terucap dari bibirnya adalah nama yang sama.

Kisah ini memberikan sebuah analogi spiritual yang luar biasa. Bayangkan jika dalam setiap tarikan napas dan langkah kita di dunia, yang kita “gumamkan” dan ingat hanyalah Allah SWT. Saat beraktivitas, saat senggang, saat bahagia maupun sedih, lisan dan hati kita senantiasa basah oleh zikir dan asma-Nya. Kita membiasakan diri untuk terus terhubung dengan Sang Pencipta, menjadikan nama-Nya sebagai jangkar dalam kesadaran kita. Selain itu, hal ini memudahkan kita juga dalam mengingat suatu pelajaran/ilmu.

Jika kebiasaan ini berhasil kita tanamkan hingga ke alam bawah sadar, maka ada harapan besar bahwa hal itu akan menjadi penolong kita di momen paling genting, yaitu saat sakaratul maut. Ketika kesadaran fisik mulai memudar dan kita tidak lagi punya kendali penuh, lisan kita secara refleks akan mengucapkan apa yang paling akrab dengannya. Harapannya, yang keluar adalah kalimat tauhid “Laa ilaha illallah”, bukan keluhan, umpatan, atau kata-kata sia-sia yang sering kita ucapkan dalam candaan sehari-hari.

Pada akhirnya, “Queen of Tears” telah memberikan lebih dari sekadar hiburan. Drama ini menginspirasi kita untuk merenung: apa yang sedang kita tanam dalam pikiran dan lisan kita setiap hari? Semoga kita semua bisa membiasakan diri dengan kebaikan, sehingga kelak dapat kembali kepada-Nya dalam keadaan terbaik (husnul khatimah). Aamiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *